Sepak
terjang Firaun banyak dikisahkan dalam Alquran. Ia adalah raja Mesir yang
mengklaim dirinya sebagai tuhan yang harus disembah. Pada masa kekuasaannya,
Allah swt mengutus nabi Musa dan nabi Harun untuk berdakwah kepada kaumnya,
termasuk kepada Firaun.
Allah swt
berfirman:
اذْهَبَا
إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ
يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
“Pergilah
engkau berdua kepada Firaun, sesungguhnya ia telah melampaui batas. Berkatalah
kepadanya dengan perkataan yang lembut, agar supaya ia mau menerima peringatan
atau takut (kepada Allah)” (Qs. Thaha/ 20: 43-44).
Lalu,
seperti apa cara Firaun menguasai rakyatnya? Bagaimana pula sikapnya terhadap
nabi Musa dan dakwah yang disampaikannya?
- Sewenang-wenang
Allah swt
berfirman:
“Sesungguhnya Firaun telah berbuat
sewenang-wenang di muka bumi” (Qs. Al-qashash/ 28: 4).
Dengan
kekuasaan yang ada di tangannya, Firaun merasa bisa berbuat apa saja. Hal
inilah yang membuatnya sombong dan bertindak sewenang-wenang. Ia tidak
membiarkan ada pendapat yang berseberangan dengannya. Ia paksa semua orang
untuk tunduk tanpa reserve kepadanya, apapun yang menjadi keputusannya. Apa
saja yang ia katakan dan ia informasikan harus diyakini sebagai kebenaran, dan
selainnya adalah salah dan dusta.
- Memecah Belah
Allah swt
berfirman:
“dan menjadikan penduduknya berpecah belah” (Qs. Al-qashash/ 28: 4).
Di masa
penjajahan, Belanda menggunakan politik “devide et impera” untuk melanggengkan
penjajahannya. Yaitu politik memecah belah dan mengadu domba. Sekian abad yang
lalu, Firaun telah menggunakan cara ini. Ia setting masyarakatnya menjadi
kelompok-kelompok kecil yang lemah dan saling berseteru satu sama lain,
sehingga tidak sempat berpikir untuk mempersoalkan kezaliman Firaun.
- Menindas
Allah swt
berfirman:
“dengan menindas segolongan dari mereka” (Qs. Al-qashash/ 28: 4).
Kita
mengenal istilah politik belah bambu. Coba kita perhatikan ketika seseorang
membelah bambu. Setelah bambu mulai terbelah, maka yang satu diinjak dengan kaki,
dan yang satunya diangkat tinggi-tinggi. Cara ini telah digunakan oleh Firaun.
Ada kelompok yang ia tindas, dan di pihak lain ada kelompok-kelompok yang ia
istimewakan. Dengan begitu, maka kesenjangan antar kelompok akan semakin tajam
sehingga menyulitkan mereka untuk bersatu menggalang kekuatan bersama.
- Membantai
Allah swt
berfirman:
“menyembelih anak laki-laki mereka dan
membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka” (Qs. Al-qashash/ 28: 4).
Berdasarkan
dekrit Firaun, setiap bayi laki-laki yang lahir dari kalangan bani Israil harus
dibunuh. Ini merupakan upaya untuk melemahkan satu kelompok, agar generasinya
mengalami kepunahan di kemudian hari. Maka terjadilah pembantaian besar-besaran
secara sistematis terhadap bayi-bayi yang tidak berdosa itu, didasarkan pada
dekrit Firaun tersebut.
- Abai terhadap Legitimasi
Pengaruh
dakwah yang disampaikan oleh nabi Musa as mulai mendapat respon positif dan
dukungan dari masyarakat. Orang-orang yang beriman dari waktu ke waktu semakin
bertambah. Nabi Musa menyampaikan argumentasi dakwahnya dengan ayat-ayat dalam
kitab taurat yang diwahyukan Allah kepadanya, dan diperkuat dengan mukjizat
yang bersifat empiris seperti tongkat yang berubah menjadi ular.
Firaun ingin
menghentikan laju dakwah nabi Musa. Maka dikumpulkanlah para penyihir hebat
dari berbagai penjuru negeri untuk berhadapan dengan nabi Musa as pada hari
yang telah ditentukan dan disaksikan oleh massa. Tujuannya, agar orang-orang
meninggalkan nabi Musa, kemudian mengikuti para penyihir setelah menang.
Ternyata,
hasilnya di luar dugaan Firaun. Tali-tali dan tongkat yang dilemparkan para
penyihir memeng sekonyong-konyong terhlihat menggeliat menjadi ular. Akan
tetapi, semuanya habis ditelan oleh ular besar yang berasal dari tongkat nabi
Musa. Seluruh penyihir pun bersujud kepada Allah dan beriman kepada ajaran nabi
Musa. Akibatnya, mereka dibunuh oleh Firaun dengan cara tangan dan kaki
dicincang secara silang. (Baca Qs. As-syu’ara/26: 38-51)
Ajaran nabi
Musa as telah menang, dan kebenarannya telah mendapatkan legitimasi. Disaksikan
sendiri oleh Firaun dan rakyatnya. Walau begitu, Firaun abai dan enggan
mengakui. Tak peduli.
- Menumpas Berkedok Mandat
Alih-alih
mengakui legitimasi dan kebenaran ajaran yang dibawa oleh bani Musa as, Firaun
justru semakin kalap dan mencari-cari alasan pembenar untuk bisa menumpasnya.
Selanjutnya, ia meminta mandat dari para loyalis. Mandat untuk apa? Mandat
untuk menumpas nabi Musa.
Dalam
Alquran disebutkan:
وَقَالَ
فِرْعَوْنُ ذَرُونِي أَقْتُلْ مُوسَى وَلْيَدْعُ رَبَّهُ
“Dan berkata
Fir’aun: “Biarkanlah aku membunuh Musa, dan silakan ia memohon kepada Tuhannya” (Qs. Ghafir/ 40: 26).
“Biarkan aku
membunuh Musa”, dengan kata lain “izinkan dan beri mandat aku untuk menumpas
Musa”. Dalam konteks kekinian, bagi sebagian kalangan, mereka tidak mau
mengakui hasil pemilihan yang fair dan legitimit sekalipun, apabila yang menang
adalah kalangan yang ingin menyumbangkan nilai-nilai Islam yang adil dan penuh
kasih sayang bagi semesta alam. Lalu mereka menggunakan segala cara dan beragam
dalih untuk menumpasnya.
- Memberi Label “Teroris”
Firaun
mencari alasan yang dipandangnya tepat untuk menumpas nabi Musa as. Nabi Musa
harus diinformasikan kepada masyarakat sebagai penjahat. Sementara dirinya
harus dikenal dan tampil sebagai orang bersih. Walaupun pada kenyataannya telah
melakukan berbagai macam kejahatan, dan tangannya masih basah dengan lumuran
darah.
Maka
dibuatlah tuduhan, cap atau label. Label yang dipilih adalah “Musa itu perusak
tatanan dan pembuat kekacauan”. Atau simpelnya, “teroris”. Sebagaimana
disebutkan dalam Alquran, Firaun pun mengatakan:
“sesungguhnya aku khawatir dia (Musa as) akan
mengganti agama (ideologi / tatanan) kalian, atau menimbulkan kerusakan di muka
bumi”. (Qs.
Ghafir/ 40: 26).
Wallahu A’lam.
No comments:
Post a Comment