Ada seorang shalih, ahli
ibadah, aktif berdakwah di lingkungannya sehingga banyak membawa perubahan. Dia
beramal dengan penuh keiklasan, tanpa mengharap balasan apapun selain dari
Allah. Tidak mengharapkan kenikmatan dunia, popularitas, pujian, dan segala
bentuk publikasi mengenai dirinya. Dia sangat mahir berceramah. Setiap orang
yang mengikuti pengajiannya selalu larut dalam pembahasannya. Tidak lama
berselang namanya telah begitu dikenal luas sebagai ustadz muda yang disenangi.
Namun ketenaran dan keberhasilannya tidak membuat dirinya besar kepala, dia
tetap tawadhu’ dan mengembalikan semua keberhasilannya semata-mata karena
Allah. Dilingkungannya dia dikenal sebagai orang yang santun dan berakhlak
mulia. Setiap bertemu orang dia selalu tersenyum dan menyapa. Tidak ada orang
di komplek yang tidak mengenalnya. Ustadz muda tersebut bernama Abid. Dia masih
muda dan ganteng. Dia juga telah memiliki usaha dengan penghasilan cukup
sehingga telah memiliki rumah di kompleks tersebut dan sebuah motor, walaupun
belum menikah. Abid merupakan sosok muslim teladan. Sebagaimana biasa setiap
jam 4 pagi Abid selalu ke masjid. Sebelum subuh dia menunaikan qiyamullail
terlebih dahulu. Pada suatu pagi, ketika Abid hendak menuju masjid, tiba-tiba
didengarnya suara jeritan dari sebuah rumah. Demi mendengar suara tersebut,
Abid mengurungkan langkahnya ke masjid dan segera mendatangi suara tersebut.
Dia masuk ke dalam rumah dan matanya terbelalak, ternyata dilihatnya seorang
wanita tanpa sehelai benangpun dengan berlumuran darah, ada di hadapannya.
Begitu melihat Abid, wanita tersebut langsung memeluk Abid. “Tolonglah aku
Abid, Aku habis diperkosa dan dianiaya oleh tiga orang penjahat. Mereka telah
kabur, Tolong Aku!….Tolonglah Aku!” suara wanita itu dengan rintihan penuh iba.
Si Abid segera memeluk wanita itu, sehingga bajunya yang putih bersih penuh
dengan lumuran darah. Begitu sadar melihat wanita itu dalam keadaan telanjang
bulat Abid segera membuka bajunya dan ditutupkan pada badan wanita itu. Namun Abid
terhenyak, “Astahfirullahal Adhiim” Abid segera melepaskan pelukan wanita itu,
“Aku telah berbuat dosa. Aku telah memeluk wanita yang bukan muhrim” Abid
segera berbalik dan ingin meninggalkan wanita itu. Maksudnya dia ingin
memanggil orang lain dan menolong bersama-sama. Namun wanita itu karena
kondisinya sangat kritis, dia menarik tangan Abid. “Jangan lepaskan aku,
Tolonglah Aku!” wanita itu merengek. Abid tetap melepaskan pegangan wanita itu
dan lari ke arah pintu. Wanita itu mengejar sehingga baju Abid yang menutupi
badannya terlepas dan berserak di lantai. Wanita itu meraih sarung Abid dan
karena eratnya pegangan wanita itu, sarung Abid terlepas. Pada saat yang
bersamaan, pintu terbuka dan muncullah para tetangga tepat di depan Abid. Para
tetangga, sempat melihat sedikit adegan tarik menarik tersebut. Begitu
dilihatnya Abid dalam kondisi hanya mengenakan celana dalam dengan seorang
wanita telanjang bulat, mereka langsung menyimpulkan bahwa abid baru saja
melakukan hubungan intim. Maka bogem mentahpun diarahkan ke Abid. Para warga
pun berdatangan. Melihat kejadian itu mereka marah dan menggelandang Abid
menuju masjid dalam keadaan hanya mengenakan celana dalam. Sementara itu, si
wanita dalam keadaan pingsan dilarikan ke rumah sakit. Namun karena luka yang
cukup parah tidak lama setelah itu dalam perjalanan wanita itu menghembuskan
nafas terakhir. Tersiarlah berita heboh di koran-koran “Seorang Ustadz membunuh
janda teman selingkuh karena meminta pertanggungjawaban” Masyarakatpun heboh.
Orang-orang hampir tidak percaya Abid yang begitu alim bisa melakukan perbuatan
seperti itu. Berita itu tersiar ke mana-mana. Tidak mau ketinggalan stasiun
TV-pun berduyun-duyun menurunkan liputan ‘Abid’ untuk tayangan semacam
Investigasi, Jejak Kasus, dan sejenisnya. Berita itupun tersebar secara
nasional. Masyarakat yang marah telah menjarah dan merusak rumah Abid beserta
semua harta benda miliknya. Abid tidak punya apa-apa dan siapa-siapa lagi.
Bahkan teman-teman dan saudara-saudaranyapun menjauhinya. Abid telah divonis sebagai
orang yang paling jahat. Kalau dulu banyak muslimah mendambakannya dan
bapak-bapak mengharapkan untuk menjadikannya menantu, sekarang boro-boro,
mendengar namanyapun sudah segudang sumpah serapah ditujukan kepadanya. Abid
telah kehilangan
seluruh masa depannya.
Abid tidak diberi kesempatan untuk membela diri. Masyarakat tidak mau mendengar
pembelaan Abid. Bahkan polisipun tidak mau mendengar. Di hadapan polisi Abid
menghadapi perlakuan yang sangat tidak manusiawi. Dia disiksa habis-habisan
fisik dan mental karena tidak mau mengakui perbuatan yang tidak pernah
dilakukannya. Abid tetap bersikukuh tidak mau mengakui perbuatan itu. Abid
telah mencoba menghubungi temannya yang pengacara, namun tidak mampu
menolongnya karena bukti-bukti dan kesaksian telah kuat. Walaupun sebenarnya
jika polisi mau mengembangkan penyelidikannya misalnya dengan melakukan
pengecekan bekas sperma, dapat meringankan
Abid.
Namun semua itu tidak dipedulikan polisi. Maka rekonstruksipun dilakukan.
Dihadapan tatapan orang-orang yang dicintainya dan di bawah sorotan kamera TV,
Abid dipaksa untuk merekonstruksi perbuatan yang tidak pernah dikerjakannya.
BAP segera dibuat dan perkara disidangkan. Hakim memutus 7 tahun penjara atas
perkara pembunuhan dan pemerkosaan. Sejak saat itu Abid meringkuk di Rumah
Tahanan (rutan). Namun apakah dengan kondisi ini Abid lantas putus asa?
Ternyata tidak. Abid memang benar-benar seorang abid mukhlis (ahli ibadah yang
ikhlas). Dengan penuh keikhlasan dijalaninya semua kekejian tersebut. Dia tidak
pernah menyesali nasib, tidak pernah protes, tidak pernah mengeluh. Abid tetap
tegar. Keikhlasan dan keyakinan akan balasan Allah telah berhasil mengatasi
ujian yang menimpanya. Di penjara dia memulai episode baru. Lahan dakwah tidak
hanya di masyarakat saja. Abid menjadi da’i di penjara. Di depan para
narapidana Abid mengingatkan bahwa masa lalu tidak boleh menghalangi kita untuk
memperbaiki diri. Tidak beselang begitu lama banyak narapidana telah menjadi
binaannya. Abid menjadi ustadz di Masjid LP. Setiap ceramahnya selalu dipenuhi
para narapidana. Banyak narapidana yang akhirnya bertobat dan menjadi shalih
semenjak kedatangan Abid. Sampai-sampai penjara seolah telah berubah menjadi
pesantren. Tiga tahun telah berlalu, karena perilaku Abid yang baik di penjara,
setiap tanggal 17 Agustus Abid mendapat remisi. Dan pada tanggal 17 Agustus
tahun ini Abid mendapat pembebasan hukuman. Hukuman yang seharusnya dijalani 7
tahun hanya dijalani 3 tahun. Seisi LP bersedih mendengar Abid akan
meninggalkan mereka. Abid pun berat, dia ingin tetap berada di samping para
binaannya yang jumlahnya nyaris satu LP. Sedangkan di luar mungkin tidak ada
lagi orang yang masih mempercayainya. Namun apa boleh buat. Keputusan mesti
ditaatinya. Abidpun mempersiapkan diri untuk menjalani pembebasannya. Isak
tangis dan haru menghiasi perpisahan Abid. Akhirnya Abid dengan langkah berat
meninggalkan penjara, dia bingung mau kemana. Tepat tanggal 17 Agustus
pagi-pagi Abid telah bersiap melangkahkan kaki meninggalkan LP yang
meninggalkan kenangan manis dalam hidupnya. Ketika dia hendak menyeberang jalan
di depan LP sebuah truk dengan kecepatan tinggi menyeruduknya. Abid pun
terkapar tak sadarkan diri. Abid menghembuskan nafas terakhir dengan iringan
ucapan “Laa ilaha illallah” Sang bidadari sudah tidak sabar menunggu kehadiran
Abid. Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment