Manusia
diciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya (QS At Tin: 4), untuk dijadikan sebagai
pemimpin di muka bumi. Dalam perjalanannya, manusia tidak dapat berlepas diri
dari sesamanya untuk memainkan perannya sebagai pemimpin. Sejak jaman Nabi Adam
AS, hingga hari akhir nanti, manusia akan selalu berhubungan dengan sesamanya
dan dengan alam di sekitarnya, dengan hubungan yang baik ataupun buruk, salah
satu alasannya adalah untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya, termasuk
dalam hal kepemimpinan.
Rasul
mengatakan, “Engkau lihat orang mukmin itu dalam keadaan saling mengasihi,
saling menolong seperti satu tubuh. Jikalau ada salah satu anggota yang terkena
penyakit, maka seluruh tubuh ikut menderita, tidak dapat tidur dan panas
dingin.” (HR. Bukhari)
Dalam
konteks bimbingan konseling, perkataan Rasul di atas memberikan petunjuk agar
manusia senantiasa berbagi suka-duka dengan sesamanya, terutama pada sesama
muslim. Manusia di sini dapat berposisi sebagai konselor saat ia sedang
memberikan bantuan, dan dapat pula berposisi sebagai klien saat ia sedang
memerlukan bantuan dari orang lain.
Al Quran
menunjukkan pola-pola kepribadian manusia ada 3 yaitu mukmin, kafir dan
munafik, berdasarkan akidahnya. Orang mukmin dapat diketahui dari keimanan yang
benar pada Rabb-nya, memegang nilai-nilai kemanusiaan dengan teguh, menghindari
yang dilarang-Nya, dalam beramal selalu ikhlas, amanah dan
sempurna. Sedangkan orang kafir adalah sebaliknya. Ia dicirikan sebagai manusia
yang tidak memberikan manfaat, serta melanggar segala larangan-Nya. Manusia
munafik ada di antara keduanya, Ia bimbang dan tidak bisa memutuskan dengan
jelas terkait keimanannya.
Dari
penggolongan kepribadian di atas, manusia dapat pula disebut sebagai makhluk
multidimensi, karena bisa menjadi sangat baik atau sangat hina. Allah
mengaruniakan akal kepada setiap manusia untuk memilih ingin menjadi pribadi
yang seperti apa. Akal sendiri adalah karunia Allah yang dapat digunakan saat
manusia mau membuka pikirannya (open mind) sehingga hikmah-hikmah dari kilatan
pemikiran atau dari lingkungan masyarakat sekitar dapat teresapi.
Kesimpulannya,
sebaik apapun manusia itu sebagai pemimpin di bumi (khalifah Allah), atau
sebanyak apapun prestasinya, manusia tidak akan pernah bisa berlepas diri dari
bimbingan dan konseling secara langsung (dari Allah) atau secara tidak langsung
(dari sesama manusia).
Wallahu
‘Alam.
No comments:
Post a Comment