Allah SWT telah menciptakan
dan menjadikan alam ini seluruhnya lengkap dengan sistem yang menyeluruh.
Antara satu sama lain ada perakitan dan manfaatnya sendiri. Allah SWT yang
menjadikan semua isi alam ini dari yang sekecil-kecilnya hingga yang paling
besar, yang nyata dan yang ghaib. Dari sifat pengetahuan Allah SWT yang Maha
Mengetahui inilah, sehingga Allah SWT menjadi sumber ilmu.Dengan ilmu Allah SWT
tersebut, kemudian Dia mengajar manusia terhadapo apa-apa yang tidak diketahui
menjadi diketahuinya. Ada ilmu Allah SWT yang diturunkan secara resmi kepada
Rasul-Nya dan ini kemudian menjadi pedoman hidup (minhajul hayah).
Ada ilmu Allah SWT yang diturunkansecara tidak resmi dan ini menjadi
sarana hidup (wasailul hayah). Kedua ilmu tersebut sangat
bermanfaat untuk memeproleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Islam
mendorong kaumnya untuk menguasai ilmu dunia dan ilmu akhirat.
“Barangsiapa
menginginkan dunia maka ada ilmunya. Barangsiapa menginginkan akhirat maka ada
ilmunya. Barangsiapa menginginkan keduanya, maka diperlukan ilmu keduanya” (Al
Hadits).
Dalam asmaul husna Allah SWT disebut sebagai Al ‘Alim (Yang Maha Mengetahui).
Bahwasanya ilmu Allah SWT tidak terbatas. Dia mengetahui apa saja yang
ada di langit dan di bumi, yang dahulu, sekarang ataupun besok, baik yang ghaib
maupun yang nyata:
“Apakah kamu tidak
mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan
di bumi..”(Al Hajj:70)
“Dialah Allah, Yang tiada
Tuhan selain Dia. Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Dialah Yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang” (Al Hasyr:22)
Tak ada satupun yang
tersembunyi bagi Allah SWT. Sebutir biji di dalam gelap gulita bumi yang
berlapis tetap diketahui Allah SWT:
“Di sisi-Nya segala anak
kunci yang ghaib, tiadalah yang mengetahui kecuali Dia sendiri. Dia mengetahui
apa-apa yang ada di daratan dan di lautan. Tiada gugur sehelai daun kayu pun,
melainkan Dia mengetahuinya, dan tiada sebuah biji dalam gelap gulita bumi dan
tiada pula benda yang basah dan yang kering, melainkan semuanya dalam Kitab
yang terang” (Al An’am:59)
Ilmu Allah SWT maha luas,
tak terjangkau dan tak terbayangkan oleh akal pikiran, tiada terbatas. Dia
mengetahui apa yang sudah, dan akan terjadi serta yang mengaturnya. Manusia, malaikat, dan makhluq manapun tak
akan bisa menyelami lautan ilmu Allah SWT. Bahkan untuk mengetahui ciptaan
Allah saja manusia tidak akan mampu.
Dalam tubuh manusia tak semuanya terjangkau oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Semakin didalami semakin jauh pula yang harus dijangkau, semakin
banyak misteri yang harus dipecahkan, seperti jaringan kerja otak manusia masih
merupakan hal yang teramat rumit untuk dikaji. Belum lagi tentang astronomi,
berapa banyak bintang, galaksi di langit, berapa jauhnya, bagaimana cara
mencapainya, proses terjadinya, apakah ada penghuninya, dsb. Jika kita menatap
ke luar angkasa betapa kecil bumi ini bagaikan debu bahkan lebih kecil dari
itu. Andaikan saja ada manusia yang
menguasai planet bumi sebagai miliknya pribadi, maka di hadapan alam di ruang
angkasa ini dia hanyalah memiliki debu tak berarti. Jika saja ada manusia
menguasai bumi, dia hanya menguasai debu. Sementara kekuasaan, kerajaan Allah
SWT tak akan tertandingi sedikitpun jua.
Allah SWT menggambarkan
betapa kecil dan tak berdayanya manusia bila dibandingkan dengan
ilmu Allah SWT, dengan perumpamaan air laut bahkan tujuh lautan dijadikan tinta
untuk menulis kalimat Allah SWT, niscaya tidak akan habis-habisnya kalimat
Allah tersebut dituliskan:
”Katakanlah,
kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Tuhanku,
sungguh habislah lautan itu sebelumhabis ditulis kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu pula” (Al Kahfi:109)
“Dan
seandainya pohon-pohon di muka bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta),
ditambahkan kepadanya tujuh lautan lagi, niscaya tidak akan habis-habisnya
(dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat” (Luqman:27).
Allah SWT telah menciptakan langit dan bumi dengan
segala isi dan peristiwa yang terkandung di dalamnya merupakan fenomena yang
sangat mengesankan dan menakjubkan akal serta hati sanubari manusia. Itulah
alam semesta atau al kaun (universum). Simaklah firman
Allah SWT berikut ini:
“Dia lah Allah Yang menciptakan, Yang
mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-nama Yang Paling Baik.
Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di
langit dan di bumi . Dan Dia lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al
Hasyr: 24).
Hendaknya manusia senantiasa men-taddaburi ayata-ayat-Nya, baik yang qouliyah maupun kauniyah. Karena di sana
terdapat lautan ilmu-Nya,serta dorongan/ motivasi untuk mengkaji maupun
mengimplementasikannya. “Hai jama’ah jin
dan manusia jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi,
maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan” (Ar
Rahman :33). Dengan ayat ini manusia
akan mengerti jika ingin menembus langit diperlukan energi yang besar. Maka
dengan segala bahan-bahan yang ada di alam ini manusia harus mampu mengkonversi
energi tersebut. Masih banyak ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan dan cabang-cabangnya. Allah SWT telah menciptakan alam beserta isi
dan sistemnya dan juga telah
mengajarkannya kepada manusia. Dengan mencermati Al Qur’an, akan melahirkan
kajian-kajian yang lebih detail tentang keberadaan ciptaan-Nya.
Timbulnya ilmu pengetahuan, disebabkan
kebutuhan-kebutuhan manusia yang berkemauan hidup bahagia. Dalam mencapai dan
memenuhi kebutuhan hidupnya itu, manusia menggunakan akal pikirannya. Mereka
menengadah ke langit, memandang alam sekitarnya dan melihat dirinya sendiri.
Dalam hal ini memang telah menjadi qudrat dan iradat Nya, bahwa
manusia dapat memikirkan sesuatu kebutuhan hidupnya. Telah tercantum dalam Al
Qur’an perintah Allah SWT : “Katakanlah, perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi.
Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-rasul yang memberi
peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman” (Yunus: 101). Hasil dari
pemikiran manusia itu melahirkan ilmu pengetahuan dengan berbagai cabangnya.
Maka ilmu pengetahuan bukanlah musuh atau lawan dari iman, melainkan sebagai wasailul hayah (sarana
kehidupan) dan juga nantinya yang akan
membimbing ke arah iman. Sebagaimana kita ketahui, banyak ahli ilmu
pengetahuan yang berpikir dalam, telah dipimpin oleh pengetahuannya kepada
suatu pandangan, bahwa di balik alam yang nyata ini ada kekuatan yang lebih
tinggi, yang mengatur dan menyusunnya, memelihara segala sesuatu dengan ukuran
dan perhitungan.
Herbert Spencer dalam tulisannya tentang
pendidikan, menerangkan sebagai berikut: “Pengetahuan itu berlawanan dengan khurafat,
tetapi tidak berlawanan dengan agama. Dalam kebanyakan ilmu alam kedapatan
paham tidak bertuhan (atheisme), tetapi pengetahuan yang sehat dan mendalami
kenyataan, bebas dari paham yang demikian itu. Ilmu alam tidak bertentangan
dengan agama. Mempelajari ilmu itu merupakan ibadat secara diam, dan pengakuan
yang membisu tentang keindahan sesuatuyang kita selidiki dan kita pelajari, dan
selanjutnya pengakuan tentang kekuasaany Penciptanya. Mempelajari ilmu alam itu
tasbih (memuji Tuhan) tapi bukan berupa ucapan, melainkan tasbih berupa amal
dan menolong bekerja. Pengetahuan ini bukan mengatakan mustahil akan memperoleh
sebab yang pertama, yaitu Allah”.
“Seorang
ahli pengetahuan yang emlihat setitik air, lalu dia mengetahuinya bahwa air itu
tersusun dari oksigen dan hidrogen, dengan perbandingan tertentu, dan kalau
sekiranya perbandingan itu berubah, niscaya air itu akan berubah pula menjadi
sesuatu yang bukan air. Maka dengan itu ia akan meyakini kebesaran Pencipta,
kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya. Sebaliknya orang yang bukan ahli dalam ilmu
alam, akan melihatnya idak lebih dari setitik air”.
Manusia sejak zaman dahulu telah mengerahkan daya
akal untuk menyelidiki rahasia serta mencari hubungannya dengan kebutuhan dan
tujuan hidupnya di atas bumi ini. Maka lahirlah para ahli ilmu alam seperti
astronom, meteorolog, geolog, fisikawan, dsb beserta para ahli filsafatnya di
bidang tersebut.
Penemuan di bidang astronomi menyebabkan kosmologi
terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok yang beranggapan bahwa alam semesta
ini statis, dari permulaan diciptakannya samapai sekarang ini tak berubah
dan kelompok yang beranggapan bahwa alam
semesta ini dinamis, bergerak atau berubah.
Kelompok yang beranggapan bahwa alam semesta ini
dinamis ditunjang oleh ilmu pengetahuan modern. Menurut teori evolusi,
pengembangan seperti dibuktikan oleh adanya red shift, ditafsirkan bahwa alam
semesta ini dimulai dengan satu ledakan dahsyat. Materi yang terdapat dalam
alam semesta itu mula-mula berdesakan satu sama lain dalam suhu dan kepadatan
yang sangat tinggi, sehingga hanya berupa proton, neutron, dan elektron, tidak
mampu membentuk susunan yang lebih berat. Karena mengembang, maka suhu menurun
sehingga proton dan neutron berkumpul membentuk inti atom. Kecepatan mengembang
ini menentukan macam atom yang terbentuk.
Para ahli ilmu alam telah menghitung bahwa masa
mendidih itu tidak lebih dari 30 menit. Bila kurang artinya mengembung lebih
cepat, alam semesta ini akan didominir oleh unsur hidrogen. Apabila lebih dari
30 menit, berarti mengembung lambat, unsur berat akan dominan
Selama 250 juta tahun sesudah ledakan dahsyat,
energi sinar dominan terhadap materi, transformasi di antara keduanya bisa
terjadi sesuai dengan rumus Einstein, E = mc2. Dalam proses
pengembungan inienergi sinar banyak terpakai dan meteri semakin dominan.
Setelah 250 juta tahun maka masa dari meteri dan sinar menmjadi sama. Sebelum
itu, tidak dibayangkan behwa meteri larut dalam panas radiasi, seperti garam
larut di air. Pada masa itu, setelah lewat 250 juta tahun, matei dan gravitasi
dominan, terdapat differensiasi yang tadinya homogin. Bola-bola gas masa galaxi
terbentuk dengan garis tengah kurang lebih 40.000 tahun cahaya dan masanya 200
juta kali massa matahari kita. Awan gas gelap itu kemudian berdifferensiasi
atau berkondensasi menjadi bola-bola gas bintang yang berkontraksi sangat
cepat. Akibat kontraksi sangat cepat. Akibat kontraksi atau pemadatan itu maka
suhu naik sampai 20.000.000 derajat, yaitu threshold reaksi inti, dan
bintang itupun mulai bercahaya.
Karena sebagian dari materi terhisap ke pusat
bintang, maka planet dibentuk dari sisa-sisanya. Yaitu butir-butir debu
berbenturan satu sama lain dan membentuk massa yang lebih besar, berseliweran
di ruang angkasa dan makin lama makin besar.
Proses kondensasi bintang pembentukan planet
membutuhkan waktu beberapa ratus juta tahun. Kita mengetahui bahwa bulan
bergerak menjauhi bumi, hal ini berarti bahwa beberapa milyar tahun yang lalu
bumi dan bulan itu satu, dan bulan merupakan pecahan dari bumi yang memisahkan
diri. Firman Allah SWT:
“Dan
apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya fahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.
Dan daripada air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka
tiada juga beriman” (Al Anbiya: 30)
Konsep ini jelas menunjang teori kedinamisan alam
semesta. Orang Rusia berdasarkan umur batu bulan, telah menetapkan bahwa bulan
berumur 4,5 milyar tahun.
Dalam mempelajari red shift, jarak diukur dengan
tahun cahaya, bukan dengan kilometer. Kecepatan cahaya adalah 300.000 km per
detik, sedangkan beberapa galaxi beberapa juta tahun cahaya jauhnya. Pada waktu
kita memandang galaxi yang sangat jauh itu, sebetulnya kita sedang meneropong
jauh ke masa yang silam. Dalam mempelajari galaxi yang jauhnya satu milyar
tahun cahaya , sebetulnya membuktikan bahwa satu milyar tahun yang lalu alam
semesta ini mengembung dengan kecepatan yang lebih tinggi dari sekarang. Hal
ini berarti pula bahwa kita berada di alam semesta yang dinamis, bukan statis.Lain daripada itu penurunan kecepatan mengembung
meramalkan bahwa pada suatu waktu pengembungan itu akan berhenti, kemudian berkontraksi,
pada akhirnya kembali kepada situasi kepadatan seperti asalnya lebih kurang
lima milyar tahun yang lalu.
Dari uraian di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa
alam semesta ini mengembung dan mengempis. Untuk lebih lanjut perhatikan uraian
George Gemov dalam bukunya The Creation of the Universe, hal.36: “…bahwa tekanan
raksasa yang terjadi pada permulaan sejarah alam semesta, adalah akibat dari
suatu kehancuran yang terjadi sebelumnya , dan bahwa pengembungan yang sekarang
ini sebenarnya hanyalah suatu gerak kembali yang elastis yang terjadi segera
setelah tercapai kepadatan maximun yang diizinkan.”
Kita tidak mengetahui secara pasti bagaimana
besarrnya tekanan yang tercapai pada kepadatan yang maksimum itu, tetapi
menurut semua petunjuk tekanan itu sungguh-sungguh amat tinggi. Besar
kemungkinan seluruh massa alam semesta yang mempunyai kemungkinan bentuk yang
bagaimanapun dalam masa pra kehancuran telah dimusnahkan secara sempurna, dan bahwa atom-atom dan
intinya telah dipecahkan menjadi proton, neutron, dan elektron serta partikel dasar lainnya,
jadi tak ada satupun yang bisa dituturkan tentang masa alam sebelum pemadatan
alam semesta itu. Segera setelah kepadatan massa alam semesta itu mencapai
titik maksimum, kepadatan yang sangat tinggi itu hanya bertahan dalam waktu
sebentar saja.
Segala sesuatu yang berada dalam alam semesta,
adalah merupakan ciptaan (makhluq) Allah SWT sebegai refleksi dan manifestasi
dari wujud Allah SWT dengan segala sifat kesempurnaan-Nya. Karena itu manusia
tidak habis-habisnya mengagumi isi al kaun ini terus
mengambil pelajaran dan ibroh yang bermanfaat dari
padanya.
“Yang telah menciptakan tujuh
langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang
Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah
kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya
penglihtaanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan
penglihatanmu itupun dalam keadaan payah” (Al Mulk: 3,4)
Tegaknya langit, keseimbangan benda-benmda langit
sesuai dengan ciptaan dan pengaturan dari Penciptanya.
“Dan Allah telah meninggikan
langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan)” (Ar Rahman:7)
“Sesungguhnya Allah menahan langit
dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidaka
tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya
Dia adalah maha Penyantun lagi Maha Pengampun” (Faathir:41)
Ayat di atas menyatakan adanya semacam penahan yang
membawa kepada ketenangan benda-benda langit, meskipun benda-benda langit itu
saling bergerak. Hal ini menunjukkan
kenyataan kebenarannya terhadap ummat manusia.
Para ahli fisika sudah cukup lama mengenal gaya
gravitasi antara benda-benda bermassa yang bekerja secara luas dalam alam ini.
setelah Issac Newton pada tahun 1686 merumuskan hukum gravitasi, maka orang
dapat dengan mudah memahami dan menerangkan berbagai peristiwa dalam jagad raya
ini. Hukum-hukum Kepler yang sudah ada sebelum Newton, ternyata dapat
dipahamkan sebagai akibat saja dari hukum gravitasi Newton tersebut.
Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa
universum itu berjalan dengan eksak, kokoh, teratur, rapi dan harmonis, yang
tidak akan ada habis-habisnya menjadi tantangan yang menakjubkan bagi manusia.
Setelah beriman kepada Allah, maka menjadi mudah bagi kita untuk menerima,
bahwa hukum-hukum itu adalah sunatullah atau
aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah bagi makhluq-Nya yang tidak
berubah-ubah.
“Karena kesombongan (mereka) di
muka bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat. Rencana jahat itu tidak akan
menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka
nati-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada
orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan menemui perubahan
bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi
sunnah Allah itu.” (Faathir: 43)
Demikianlah, Allah SWT telah menciptakan segala
sesuatu dengan sempurna, seimbang, beraturan, sistemik. Maka Dia jualah yang paling tahu hakikat dan tujuan
penciptaa-Nya, dan telah dikabarkannya
ciptaan Allah SWT itu kepada manusia. Manusia telah diperintahkan untuk
bertafakur atas ciptaan-Nya, sehingga mampu memanfaatkannya. Dan agar manusia
mampu mengenal pencipta-Nya serta mengagungkan-Nya; Dia lah Allah SWT tiada
Tuhan selain-Nya. Dengan ilmu-Nya Allah mengajarkan kepada hamba-Nya apa-apa
yang telah diciptakan dengan proses terjadinya, sehingga manusia akan menjadi
tahu dan berilmu. Setelah itu akan lahir cabang-cabang ilmu pengetahuan yang
menyebar ke setiap penjuru ufuk kehidupan manusia. Dengan ilmunya manusia
diharapkan menemukan kebenaran dan menjadikannya sebagai landasan kehidupan.
“Kami akan memperlihatkan kapada
mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk pada diri mereka sendiri
sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Dan apakah
Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala
sesuatu?” (Fushshilat: 53).
Ayat-ayat qauliyah dan
ayat-ayat kauniyah.
Allah SWT menuangkan
sebagian kecil dari ilmu Nya kepada umat manusia dengan dua jalan.
Pertama,
dengan ath thoriqoh ar rosmiyah
(jalan resmi) yaitu dalam jalur wahyu melalui
perantaraan malaikat Jibril kepada Rasul-Nya, yang disebut juga dengan
ayat-ayat qauliyah. Kedua, dengan ath thoriqoh ghoiru rosmiyah (jalan tidak resmi) yaitu melalui ilham
secara kepada makhluq-Nya di alam semesta ini (baik makhluq hidup maupun yang
mati), tanpa melalui perantaraan malaikat Jibril. Kerena tak melalui
perantaraan malaikat Jibril maka bisa disebut
jalan langsung (mubasyarotan). Kemudian jalan ini disebut juga
dengan ayat-ayat kauniyah.
Wahyu dalam pengertian ishtilahi adalah: “kalamullah yang diturunkan kepada Nabi-nabi dan Rasul-rasul yang
menjadi hudan (petunjuk) bagi umat
manusia”, baik yang diturunkan langsung, dari belakang tabir (min wara’ hijab) maupun yang diturunkan
melalui malaikat Jibril, seperti firman Allah SWT:
“Tidak ada bagi seorang
manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu
atau di belakang tabir atau dengan mengutus seseorang (malaikat) lalu
diwahyukan kepadaNya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi
maha Bijaksana” (Asy Syura:51)
Pengertian wahyu secara ishtilahi perlu dipertegas karena ma’na
wahyu secara lughawi memiliki
pengertian yang bermacam-macam, antara lain:
- Ilham Fithri, seperti wahyu yang
diberikan kepada ibu Nabi Musa untuk menyusukan Musa yang masih bayi.
“Dan
Kami ilhamkan kepada ibu Musa; susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya
maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil)…” (Al
Qashash:7).
- Instink Hayawan, seperti
wahyu yang diberikan kepada lebah untuk bersarang di bukit-bukit,
pohon-pohon, dan dimana saja dia bersarang.
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: buatlah
sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang
dibikin manusia” (An Nahl:68).
- Isyarat, seperti yang
diwahyukan oleh Nabi Zakaria kepada kaumnya untuk bertasbih pagi dan sore.
“Maka
ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka;
hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang” (Maryam:11).
- Perintah Allah kepada malaikat, untuk
mengerjakan sesuatu seperti perintah Allah kepada malaikat untuk membantu
kaum muslimin dalam perang Badr.
“(Ingatlah),
ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat; Sesungguhnya Aku bersama kamu,
maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman…” (Al Anfal:12).
- Bisikan syaitan
“…Sesungguhnya
syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan
jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang
musrik” (Al An’am :121).
Dalam ayat tersebut ada kata
layuhuna (mewahyukan) yang berarti
membisikkan.
- Hadits Qudsi, juga termasuk dalam wahyu (hadits yang ma’nanya dari Allah SWT, sedangkan redaksinya dari Rasulullah SAW), dan
- hadits Nabawiy, (makna dan
redaksinya dari Rasulullah SAW) karena pada hakekatnya apa saja yang
berasal dari Rasulullah SAW mempinyai nilai wahyu, firman Allah SWT:
“Apa yang diberikan Rasul
kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah
dia; dan bertaqwa-lah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya”
(Al Hasyr:7).
Ayat-ayat qauliyah mengisyaratkan kepada manusia
untuk mencari ilmu alam semesta (ayat-ayat kauniyah),
oleh sebab itu manusia harus berusaha membacanya, mempelajari, menyelidiki dan
merenungkannya, untuk kemudian mengambil kesimpulan. Allah SWT berfirman:
“Bacalah (ya Muhammad)
dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari ‘alaq.
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan
perantaraan alam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”
(Al ‘Alaq:1-5).
“Dialah Tuhan yang
membentangkan bumi dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan.
Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan” (Ar Ra’du:3)
“Dan di bumi ini terdapat
bagian-bagian tanah yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanam-tanaman
dan pohon kurma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air
yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang
lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir” (Ar Ra’du:4)
“Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata):Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Ali
Imron:190-191).
Dengan mempelajari, mengamati, menyelidiki dan merenungkan alam semesta
(al kaun) dengan segala isinya,
manusia dapat melahirkan berbagai disiplin ilmu seperti: Kosmologi, Astronomi,
Botani, Meterologi, Geografi, Zoologi, Antropologi, Psikologi dsb. Sedangkan
dari mempelajari wahyu manusia melahirkan berbagai disiplin ilmu seperti:
Tafsir, Ilmu Tafsir, Hadits, Ilmu Hadits, Fiqih, Ushul Fiqih dsb.
Dengan memahami bahwa semua
ilmu itu adalah dari Allah SWT maka dalam mendalami dari berbagai disiplin ilmu
pengetahuan pun (al kaun) harus
mengacu firman Allah SWT sebagai referensi, sehingga akan semakin meneguhkan
keimanan. Selain itu penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi akan terkendali
serta mengenal adab. Sebagai misal dalam dunia teknologi kedokteran, pengalihan
sperma ke sebuah rahim seorang wanita –dalam proses bayi tabung- maka harus
memperhatikan sperma itu diambil dari siapa diletakkan ke rahim siapa. Proses
kesepakatan, perizinan juga harus jelas. Jangan sampai bayi lahir menjadi tidak
jelas nasabnya. Di bidang astronomi tidak boleh diselewengkan untuk meramal
nasib, padahal antara keduanya tak ada hubungan sama sekali. Dalam hal
menikmati keindahan alam, akan menjadi suatu kedurhakaan jika dalam
menikmatinya dengan membangun vila-vila untuk berbuat maksiyat. Namun seorang
mu’min menjadikan alam semesta adalah untuk tafakur agar dekat
dengan-Nya.
Konsep
Kebenaran Ilmu
Wahyu (al Qur’an dan as
Sunnah) memiliki nilai kebenaran yang mutlak (al haqiqah al muthlaqah) karena langsung berasal dari Allah SWT
dan Rasul-Nya. Tetapi pemahaman terhadap wahyu yang memungkinkan beberapa
alternatif pemahaman tidaklah bersifat
mutlak. Sedangkan ilmu yang didapat dari alam semesta memiliki nilai kebenaran
yang nisbi (realtif) dan tajribi
(eksprimentatif) atau dengan istilah al
haqiqah at tajribiyah.
Kebenaran yang mutlak harus
dijadikan burhan atau alat untuk
mengukur kebenaran yang nisbi, jangan sampai terbalik, justru kebenaran yang
mutlak diragukan karena bertentangan dengan kebenaran yang nisbi (relatif dan eksprimentatif). Sejarah ilmu pengetahuan sudah
membuktikan bahwa suatu penemuan atau
teori yang dianggap benar pada satu masa digugurkan kebenarannya pada masa yang
akan datang. Hal itu disebabkan keterbatasan manusia. Dalam mengamati,
menyelidiki dan menyimpulkan segala fenomena yang ada dalam alam semesta. Oleh
sebab itu jika terjadi pertentangan antara
kesimpulan yang didapat oleh manusia dari al kaun dengan wahyu, maka
yang harus dilakukan adalah menguji kembali kesimpulan tersebut, atau menguji
kembali pemahaman manusia terhadap wahyu. Logikanya, wahyu dan alam semesta
semuanya berasal dari Allah SWT yang Maha Benar, mustahil terjadi pertentangan
satu sama lain.
Hikmah
mengimani ilmu Allah SWT
Pertama, membuat manusia
sadar bahwa betapa tidak berarti dirinya dihadapan Allah SWT, sebab seluruh
ilmu yang dimiliki manusia adalah ibarat setitik air laut dibandingkan dengan
air laut secara keseluruhan. Oleh karena itu manusia tidak ada alasan untuk
sombong dan menjadikan ilmu menjadi penyebab kekufuran dan kedurhakaan kepada
Yang Maha Mengetahui segalanya. Seharusnya manusia menjadikan ilmu untuk alat
ber-taqorub kepada-Nya, sebagaimana
perilaku para ulil albab.
Kedua, dengan menyadari
bahwa ilmu Allah SWT sangat luas, tidak ada satupun –betapa pun kecil dan
halusnya- yang luput dari ilmu Nya, maka manusia akan dapat mengontrol tingkah
laku, ucapan amalan batinnya sehingga selalu sesuai dengan yang diridhai Allah
SWT.
Ketiga, keyakinan
terhadap ilmu Allah SWT akan menjadi terapi yang ampuh untuk segala
penyelewengan, penipuan dan kemaksiatan lainnya.
Maka dalam pemahamannya
adalah dengan mengaplikasikan sifat Allah SWT tsb dalam kehidupan nyata sehari
hari, berusaha melaksanakan perintah dan larangan-Nya baik ditempat ramai
maupun sunyi. Kita tidak lagi terpengaruh dengan “diketahui” atau “tidak
diketahui” oleh orang lain untuk
melakukan atau meninggalkan sesuatu. Karena kita menyadari betapa Allah SWT
Maha Mengetahui yang pasti selalu melihat, mendengar, memperhatikan apa yang
kita lakukan di mana dan kapan saja
Di zaman salafus sholeh,
kita masih ingat kisah seorang gadis shalihah dengan ibunya menjual susu. Suatu
saat ibunya menyuruh dagangannya untuk dicampur dengan air, agar mendapatkan
untung yang lebih. Namun puterinya menolak. “Bukankah Khalifah Umar tidak melihat?” kata sang ibu. “Tapi Tuhannya Umar mengetahui, bu!”
kata putrinya. Tak disangka percakapan itu didengar Umar bin Khaththab. Maka
gadis shalihah tsb dipinang untuk putera Umar sang Khalifah. Dan kitapun tahu
persis bahwa dari seorang wanita shalihah
tsb, akhirnya menurunkan (cucu) tokoh Umar Bin Abdul ‘Aziz yang
legendaris.
Juga
kisah seorang anak gembala dengan sekian banyak gembalaan milik tuannya. Suatu
saat Umar bin Khaththab menguji kekuatan muroqobatullah-nya.
Dikatakan kepada anak tsb, bahwa kambingnya akan dibeli dengan harga yang
lebih. Namun anak itu menolak. “Kamu bisa
mengatakan kepada tuanmu kambingnya dimakan binatang buas!” kata Umar RA. “Lantas dimana Allah?” tanya anak
tersebut. Subhanallah…
Sebenarnya bagi seorang
muslim yang sudah ber-iltizam akan
selalu merasa tenang, bahagia karena segala amal kebaikannya tidak akan dirugikan sedikitpun
baik diketahui ataupun tidak oleh orang lain, kerena dia yakin bahwa Allah SWT
telah mengawasinya. Sehingga seorang al
akh ash shodiq akan senantiasa beramal
dengan ikhlas karena Allah SWT semata, bukan karena murobinya, apalagi karena
calon istri atau pun mertuanya. Tidak bangga karena pujian, tidak merasa lemah
karna celaan. Tetap semangat walau tak diketahui orang, tak takabur ketika
dilihat banyak orang. Juga tak takut dengan kegagalannya, atau tak bangga diri
dengan keberhasilannya. Apapun yang terjadi tak akan mengoncangkan jiwanya,
atau merusak muamalah dengan saudaranya (karena mungkin saudara kita telah
menilai salah terhadap diri kita), atau
bahkan membahayakan aqidahnya.
“Dan
katakanlah; bekerjalah kamu maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min
akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang
Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa
yang telah kamu kerjakan” (At Taubah:105). Wallahu ‘Alam
No comments:
Post a Comment