MEMBALAS CINTA RASUL
KETIKA denyut dan nafas akhir kehidupan
Rasulullah Saw. segera menghampirinya, seraya ditemani putri tercintanya,
Fatimah, satu kata terucap dari bibir beliau, "Ummatii…ummatii.."
Sebuah ungkapan kerinduan dan kecintaan yang teramat indah kepada umatnya.
Sejak saat itu, dunia kehilangan manusia terbaik sepanjang sejarah peradaban.
Kelam pun menyelimuti seluruh langit. Beliau mengucapkan selamat tinggal
sekaligus selamat datang pada generasi yang akan mengikuti millah-nya.
Perwujudan kecintaan yang begitu dalam dan tidak akan lekang hingga akhir
zaman. Dalam doa-doa di keheningan malam, Rasulullah Saw. selalu bermunajat
kepada Allah Swt. tentang kerisauan terhadap keadaan umatnya. Dengan rasa takut
dan harap, beliau selalu berdoa agar umatnya senantiasa berada di jalan yang
diridhai Allah. Beliau tidak rela bila melihat umatnya ada dalam genggaman
setan. Pengharapan yang begitu tulus dan ikhlas dari sang panutan. Rasulullah
Saw., dengan segenap cinta, pengharapan dan kerisauannya, telah memberikan
sinyal kepada kita bahwa umatnyalah yang selalu ia pikirkan setiap hari.
Lantas, bagaimana dengan kita? Apakah kita juga selalu memikirkan dan
meneladani Rasulullah Saw. Dalam keseharian kita? Sudahkah kita merasakan
pengaruh cinta Rasulullah Saw. dalam jiwa kita? Pertanyaan itu akan segera
terjawab ketika mengukur kualitas akhlak dan kepribadian kita, serta sejauh
mana kita mengenal Rasulullah Saw. Sebagai umat Muhammad, meskipun hidup di
zaman yang terentang sekian ratus tahun dari zaman kehidupannya, sepantasnya
jika kita me-review kembali seberapa besar keberadaan Rasulullah Saw.di hati
kita. Bagaimanapun, sudah seharusnya kita membalas cinta Rasulullah Saw. dengan
segala upaya dan kesungguhan dengan menjadikan beliau sebagai suri teladan dan idola
sepanjang zaman. Akhlak Rasulullah Saw.baik kepada anak-anak, pemuda, orang tua
dan wanita. Semua terbingkai begitu mempesona. Bahkan beliau tetap santun
meskipun dengan orang yang memusuhinya, seperti kisah orang kafir di Thaif yang
melempar beliau dengan batu dan kotoran. Beliau sama sekali tidak marah, malah
mendoakan dengan tulus agar dia lekas diberi hidayah. Atas nama cinta, beliau
tidak meminta agar perlakuan orang kafir tersebut diberi balasan yang setimpal.
Aisyah, istri Rasulullah Saw. yang sering ia sebut khumairah, menggambarkan
akhlaknya itu sebagai Al-Quran berjalan. Artinya, Akhlak Rasulullah Saw. adalah
Al-Quran. Anas ra. pernah menuturkan tentang kelembutan Rasulullah Saw,
katanya, "Aku tidak pernah menyentuh kain celupan atau sutra selembut
telapak tangan Rasulullah Saw. Aku telah berkhidmat kepada Rasulullah Saw.
selama sepuluh tahun tetapi beliau tidak pernah sama sekali berkata
"Ah" kepadaku. Juga tidak pernah menegur terhadap apa yang aku
lakukan dengan teguran "Kenapa engkau melakukannya?" Juga tidak
pernah menegur kenapa aku tidak melakukan sesuatu?" Bila direnungi, semua
perjalanan hidup yang ditempuh Rasulullah Saw, sebenarnya adalah demi cintanya
kepada kita sebagai umatnya. Bukan hanya memberikan tuntunan bagi umatnya,
tetapi juga memberikan seluruh cintanya. Jadi, jika Allah menunjuk Rasulullah
Saw. Sebagai teladan terbaik manusia sepanjang zaman, sebagai umatnya, masihkah
kita berteladankan kehidupan Rasulullah Saw? Akankah seluruh rasa cinta
Rasulullah Saw. kepada umatnya kita balas dengan tidak sedikit pun mengambil
kehidupannya sebagai teladan kita? Jawabannya ada pada hati kita semua.
Wallahu 'Alam
No comments:
Post a Comment